Saya tidak pernah menyangka bisa duduk didalam Ruang Sidang
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini, bahkan dalam mimpi saya yang terliar
sekalipun, yeah...baru kali ini mengalami masalah ini, Proyek Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Kupang – Nusa Tenggara Timur masuk ranah hukum tersangkut kasus
perdata, proyek tersebut mendapat gugatan dari kontraktor pelaksana dan saya
sebagai konsultan manajemen konstruksi terkena imbasnya menjadi turut tergugat
kesatu, jadilah melewati waktu yang panjang untuk mondar mandir menghadiri
persidangan.
Aneh memang...apa karena Republik ini sebagai negara
Demokrasi sehingga apapun bisa dibolak balik dengan mengatas namakan demokrasi,
secara kontraktual jelas posisi penggugat menyalahi kontrak dan surat
perjanjian pemborongan, kontraktor tidak melaksanakan kegiatan pekerjaan yang
sudah disebutkan dalm kontrak sehingga mendapat surat teguran kesatu, kedua dan
ketiga dari konsultan MK, yang meyebabkan turunnya surat peringatan kesatu, kedua
dan ketiga dari Bank Indonesia yang secara otomatis kontrak diputus, entah
karena apa? Kontraktor pelaksana melakukan gugatan karena hal ini melalui
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Menurut keterangan dari segelintir orang, konon kabarnya
untuk kasus-kasus perdata memakan waktu yang lama sampai ada keputusan dari
hakim untuk perkara tersebut, apalagi bila proses mediasi yang diberikan oleh
hakim mengalami dead lock, akan menghabiskan waktu berbulan-bulan mengikuti
proses peradilan, sudah sebulan kasus ini bergulir dan belum jelas ada
tanda-tanda akan berakhir, kinerja proyek menjadi terhambat dan nyaris stagnan.
Tapi dibalik semua ini banyak hikmah yang bisa dipetik,
setidaknya ada pembelajaran tentang ranah hukum, yang tadinya buta hukum
menjadi melek hukum, kalau terlalu lama mengikuti kasus ini bisa-bisa saya
malah jadi melotot hukum, semoga keputusan hakim nantinya menjadi keputusan
yang adil dan seadil-adilnya, karena ada kekhawatiran juga karena sekarang
semua bisa dibeli.
Demokrasi....Oh demokrasi...oh democrazy...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar