Kadang kita sering berpikir dan bertanya-tanya, Mengapa kita selalu mengalami kehampaan, kegersangan, kekosongan, dan kehambaran dalam beribadah kepada Allah Swt.? Pikiran kita bisa saja sangat menggebu-gebu tentang Allah, tetapi hati kita sangat hampa untuk “merasakan Allah”. Kita semua menyimpan cita-cita untuk “berhubungan intim dengan Allah”, tetapi prakteknya amat sangat jauh dari yang kita ingini, kaki kita menginjak langit tetapi hati kita menembus bumi. Ibadah kita masih terasa hanya sebagai rutinitas dan ritual belaka, yang pada akhirnya hanya sebagai upaya pengguguran kewajiban belaka, kaki kita belum menginjak bumi dan hati kita belum menembus langit.
Khusyu, merupakan salah satu wahana untuk mencapai tujuan kita untuk bisa menginjak bumi dan menembus langit, yang jadi permasalahan adalah khusyu amat sangat susah untuk diaplikasikan dalam ibadah-ibadah kita, coba kita renungkan kapan kita terakhir shalat yang benar-benar khusyu untuk setiap rakaat yang kita laksanakan, dan dari sekian banyak shalat yang telah kita lakukan, berapa rationya antara khusyu dan tidak khusyu shalat kita.
“Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusy”',
( سورة البقرة , Al-Baqara, ayat 45)
Ana cuma ingin sharing dengan antum mengenai khusyu, dan bagaimana kita bisa memperoleh predikat khusyu, paling tidak ibadah yang sudah kita lakukan mendatangkan kepuasan bathin, bisa benar-benar berdialog dengan Allah. Dan input dari ibadah kita terefleksi dalam implementasi nyata,senantiasa ber amar ma’ruf nahi munkar, selalu mengusung da’wah, minimal untuk diri sendiri dan keluarga.
“Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu') dan bacaan di waktu itu lebih berkesan”.
( سورة المزمل , Al-Muzzammil, ayat 6)
Dengan khusyu akan tercipta ‘Pribadi yang menginjak bumi, menembus langit’ yaitu pribadi yang rendah hati, senantiasa bersujud, pribadi yang tidak dipenuhi arogansi dan egois, tetapi pribadi yang egaliter, mempunyai kepedulian sosial, ekonomi dan politik yamg tinggi, secara garis besar pribadi tersebut bisa diilustrasikan dengan seseorang yang jasadiyahnya berada dibumi tetapi ruhiyahnya berada di langit, seseorang yang mempunyai ‘Hablu minallah’ dan ‘Hablu minannas’ yang sama baiknya.
Mudah-mudahan dengan menjalani salah satu wahana tadi, yaitu ‘Khusyu’ pribadi yang kita tuju bisa tercapai, bukan ‘Pribadi menginjak langit, menembus bumi’.
By the way, sekarang kita sedang berada dimana yah? Menginjak bumi atau menginjak langit?
Senin, 02 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar