Jauh….jauh sebelum kita berada dialam dunia, ruh kita telah berkomunikasi dengan Allah, dan membuat komitmen penting yang menjadi titik balik perjalanan hidup kita didunia. Kita tidak bisa memprediksi durasi waktu kehidupan kita didunia, seberapa lama kita hidup? kapan yang bukan menjadi hak kita diminta kembali oleh Allah? Dibumi mana kita akan mati?
Allah memberi kita dua pilihan, untuk memilih jalan kebenaran atau jalan keburukan, untuk itulah sebagai bekal kita menentukan pilihan diberi kita Otak untuk bisa mengevaluasi, memilah dan kemudian memilih antara kedua jalan tersebut, dilengkapi pula bekal Otak tadi dengan Jiwa yang bersih, yang belum terkontaminasi dengan apapun, baik berbentuk doktrin, ajaran atau aliran, dan fungsi otak yang bersinergi dengan jiwa inilah yang kemudian menentukan hasil akhir kehidupan kita, jalan mana yang telah kita tentukan sebagai pilihan, berakhir sebagai Muslimin, Mukminin, Munafiqun atau Musyrikin…..?
Perkembangan Otak dipengaruhi oleh berbagai macam asupan, bisa berbentuk vitamin, nutrisi, gizi yang baik, doktrin-doktrin, perubahan paradigma, pengalaman-pengalaman hidup, trauma, benturan dan sebagainya. Berbagai macam asupan ini bisa mempengaruhi pola pikir kita, yang pada akhirnya akan mempengaruhi proses sinergi dengan jiwa, ada kalanya apa yang terpikirkan dalam otak kita seringkali bertolak belakang dengan jiwa kita atau sebaliknya.
Kadang kita sering tidak mengerti, Apa yang menggerakan jasmani kita selama ini, perintah otak atau dorongan hati? Kita sudah coba menyelami jiwa kita, tetapi semakin kita menyelam lebih dalam, semakin lebih dalam lagi, seperti sumur tanpa dasar, semakin kita tidak mengert zat apa ini? Kadang jiwa kita begitu mudah tersentuh dengan hal-hal yang kita anggap sepele, kadang jiwa kita begitu keras dan membatu.
Kadang kita juga sering tidak mengerti, apakah sama pengertian jiwa, hati dan ruh? Atau masing-masing punya defenisi yang berbeda-beda? Apa orang yang sakit jiwa berarti sakit juga hatinya atau ruhnya? Lalu…sudah sejauh mana kita menyelami jiwa kita dan mengenal lebih dekat dan seberapa sehatkah jiwa kita?
Para ulama-ulama besar seperti Hasan Al Basri, Al Ghazali, dan lain sebagainya menyarankan kepada kita untuk banyak-banyak bermuhasabah, melakukan kilas balik amal perbuatan yang telah kita lakukan, yang insya Allah dengan muhasabah jiwa kita akan lebih sering terselami, yang pada akhirnya akan berimbas kepada perubahan sikap, ucapan, perbuatan dan perilaku kita kearah yang lebih baik.
I’tikaf suatu kata yang memaknai suatu kegiatan dengan diam...berdiam diri untuk waktu tertentu dan dalam waktu tertentu, dengan tujuan mencari kesejatiaan diri, menyelami kedalaman hati, dan I’tikaf menjadi suatu sarana penghentian dan majelis Iman.
I’tikaf dibutuhkan karena ada 2 (dua) keperluan, pertama memantau keseimbangan antara berbagai perubahan yang terjadi pada lingkungan strategis. Kedua untuk mengisi ulang hati kita dengan energi baru sekaligus membersihkan debu-debu yang melekat.
I’tikaf adalah sebuah renungan, renungan panjang tentang seberapa jauh jalan yang sudah kita tempuh, seberapa banyak hasil yang bisa kita raih, seberapa berat beban yang harus diemban, dan sedalam apa kita sudah menyelami hati ini.
Sudah seberapa dalam kita menyelam?
Jumat, 04 September 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar