Senin, 07 September 2009

Iedul Fitri, antara I'tikaf dan Istiqamah

Iedul Fitri bukan hanya sekedar rasa “Plonk” telah terbebas dari ritual menahan lapar, haus dan syahwat belaka, yang selama 30 hari tidak bisa bebas kita nikmati di siang hari, juga bukan sekedar mengumandangkan takbir dengan perangkat serba baru dan bermaaf-maafan dengan sesama hamba Allah, atau bukan juga sekedar bisa menikmati lagi tidur nyenyak dalam malam-malam panjang.

Iedul Fitri adalah suatu hari dimana jiwa-jiwa yang tadinya dipenuhi karat-karat dan berbagai macam kotoran kembali menjadi bersih, krisis yang tadinya mulai menggerogoti keimanan kembali pada garis edar yang benar, Iedul Fitri yang mutlak menjadi milik hamba Allah yang kepatuhan Ilahiyahnya menyubur, yang ketundukan Ubudiyahnya mekar merekah.

Selama 30 hari kita dimasukan kedalam Laboratorium Tarbiyah, bukan sekedar diperintahkan untuk menahan lapar, haus dan keinginan syahwat belaka, tapi juga bagaimana kita mampu memanage panca indera kita, mata bukan untuk melihat dengan mata telanjang, telinga bukan menjadi tuli dalam mendengar ayat-ayat Allah, mulut bukan untuk menjadi bisa yang mematikan dalam bicara, pikiran tidak lagi disita dan dijejali dengan hal-hal keduniawian, dan hati yang menjadi sempit karena disesaki rasa hasad dan dengki.

Ketika perut, syahwat, panca indera, pikiran dan hati telah kembali menjadi bersih, kita masih diharuskan I’tikaf sebagai wahana perenungan, bermuhasabah untuk mencari kesejatian diri, untuk menemukan sebuah tangga yang bisa kita naiki untuk menuju puncak tertinggi menggapai ‘Lailatul Qadar’ yang setara dengan seribu bulan.

Setelah sudah kita lewati I’tikaf dan nikmati Iedul Fitri, tidak serta merta kita otomatis berpredikat ‘Tattaqun’, kita masih dituntut untuk Istiqamah dan tetap berada pada jalan yang benar, perintah untuk ‘Istiqamah’ yang membuat Rasulullah rambutnya menjadi beruban, sabda beliau :

“Surat Hud ayat 112, membuat rambutku menjadi beruban”

“Maka tetaplah kamu istiqamah, sebagaiman diperintahkan kepadamu dan orang-orang yang bertaubat beserta kamu, dan janganlah kamu melampaui batas, Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” (Q.S. Hud : 112)

Jadi siapakah yang fitri, satu-satunya yang diperkenankan memenuhi panggilan Allah? Ialah hambaNya yang ‘Muthmainah’ yang sanggup memerdekakan diri untuk tidak digelayuti rasa ego, status sosial, jabatan, maupun kekuasaan, tinggal Allah yang ‘Tathmainnul Qulub’, yang menentramkan hati.

Selamat Hari Raya Iedul Fitri, mohon maaf lahir dan bathin apabila ada salah kata, salah duga, salah sangka, salah tingkah ataupun salah kaprah…! Dan jangan salahkan dirimu.

Tidak ada komentar:

SearchSight.com

"Changing the Way that the World Looks at the Internet!"