Selasa, 31 Maret 2009

Antara Akhlak dan Iman

Didedikasikan untuk Ustadz Shobirun yang tetap semangat di Jalan Dakwah.

Ada pertanyaan yang cukup menggelitik, yang pertanyaan tersebut bukan menimbulkan sebuah jawaban, tetapi menimbulkan kembali pertanyaan, mungkin seperti pertanyaan lebih dahulu mana Telur dengan Ayam?.
Pertanyaan yang cukup menggelitik tersebut adalah antara Akhlak dan Iman. Apakah seseorang harus berakhlak baik dulu baru beriman atau beriman dahulu baru berakhlak?

Akhlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik. Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai, tingkah laku, atau tabiat.

Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu Miskawaih, Al Gazali, dan Ahmad Amin menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu.

Perkataan iman yang berarti 'membenarkan' itu disebutkan dalam al-Quran, di antaranya dalam Surah At-Taubah ayat 62 yang bermaksud: "Dia (Muhammad) itu membenarkan (mempercayai) kepada Allah dan membenarkan kepada para orang yang beriman." Iman itu ditujukan kepada Allah, Rasul dan Para Imam.

Definisi Iman berdasarkan hadist merupakan tambatan hati yang diucapkan dan dilakukan merupakan satu kesatuan. Iman memiliki prinsip dasar segala isi hati, ucapan dan perbuatan sama dalam satu keyakinan, maka orang - orang beriman adalah mereka yang didalam hatinya, disetiap ucapannya dan segala tindakanya sama, maka orang beriman dapat juga disebut dengan orang yang jujur atau orang yang memiliki prinsip.

Para imam dan ulama telah mendefinisikan istilah iman ini, antara lain, seperti diucapkan oleh Imam Ali bin Abi Talib: "Iman itu ucapan dengan lidah dan kepercayaan yang benar dengan hati dan perbuatan dengan anggota." Aisyah r.a. berkata: "Iman kepada Allah itu mengakui dengan lisan dan membenarkan dengan hati dan mengerjakan dengan anggota." Imam al-Ghazali menguraikan makna iman: "Pengakuan dengan lidah (lisan) membenarkan pengakuan itu dengan hati dan mengamalkannya dengan rukun-rukun (anggota-anggota)."

Dari defenisi tentang Akhlak dan Iman diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa korelasi antara keduanya bisa saling terkait, bisa juga tidak, dalam beberapa kasus sering kita temui ada beberapa orang yang beriman, konotasi beriman disini adalah orang yang rajin beribadah, tidak serta merta orang beriman ini mempunyai akhlak yang baik, karena mungkin masih ada sifat-sifat yang tidak terpuji yang masih melekat pada dirinya, masih sering mengumpat, ghibah, bicara tidak santun dan lain-lain.
Pada kasus yang lain, tidak berarti juga bahwa seseorang yang berakhlak baik sudah pasti beriman, seseorang yang dalam hidupnya banyak melakukan kebaikan ternyata dia adalah seorang Atheis. Seorang yang berakhlak baik harus mampu dan bisa mengajak orang lain untuk beriman.

“Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi, yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat.” ( سورة ص , Sad, ayat 46)

Dari kasus tersebut dapat kita tarik benang merah antara keduanya tidak bisa berjalan sendiri-sendiri, seorang yang beriman diharuskan mempunyai akhlak yang baik, dengan selalu memperbaiki diri, hubungan terhadap Allah terjaga dan hubungan terhadap manusia terbina, jadi tidak serta merta orang yang mau beriman harus mempunyai ahlak yang baik dahulu atau ahlak harus diperbaiki dahulu baru dia beriman. Keduanya harus berjalan beriringan, iman yang baik otomatis akan bedampak kepada progresifitas akhlaknya, dan akhlak yang baik harus mampu mengajak orang lain untuk beriman.

“Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan: "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu." Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.”
( سورة البقرة , Al-Baqara, ayat 25)

Menurut Ana, kita harus beriman dahulu sambil memperbaiki akhlak kita dan terus memperbaiki akhlak, karena kalau kita memperbaiki akhlak terus menerus baru beriman, kapan waktu kita untuk beriman?

So….terserah antum, mana yang mau didahulukan?

Tidak ada komentar:

SearchSight.com

"Changing the Way that the World Looks at the Internet!"